PERJALANAN PANJANG KEBAYA NUSANTARA

foto: www.pinterest.com

Kapan  kebaya mulai masuk di Indonesia dan siapa yang membawanya

Masuknya bangsa asing ke Nusantara melalui hubungan dagang diyakini memberi kontribusi besar terhadap lahirnya kebaya. Posisi strategis Indonesia di jalur perdagangan Asia hingga Timur Tengah, sehingga besar kemungkinan bandar dagang terkemuka masa lalu menjadi pintu masuk berbagai kebudayaan yang dibawa oleh mereka termasuk budaya berpakaian  yang kemudian  melebur dan beradaptasi dengan budaya setempat dalam kurun waktu yang panjang.

Lalu kapan tepatnya?  Ada banyak versi soal ini berdasarkan literatur yang ada. Tiongkok disebut membawa kebaya ke nusantara melalui jalur perdagangan sebelum abad 12. Literatur lain  mengatakan dengan masuknya Islam, perempuan yang semula tidak mengenakan penutup dada maupun yang memakai kemben, menggunakan  selendang untuk menutup auratnya. Kata kebaya berawal dari Bahasa Arab,  Qaba {pakaian} dan Abaya yang artinya jubah atau pakaian longgar. Ada pula yang berpendapat bahwa kebaya dibawa oleh bangsa Portugis ke Malaka, 80 tahun sebelum kedatangan Belanda di Nusantara. Kata kebaya diyakini merupakan serapan dari Bahasa Portugis Cabaya, Pada masa itu perempuan Portugis menggunakan baju atasan panjang yang  longgar dengan bukaan depan dan  berlengan panjang.

Berdasarkan riset Maenmas Chavalit & Maneepin Phromsuthirak dalam Costume in Asean {Bangkok: The National Asean Committee On Culture & information of Thailand, 2000}  kebaya berasal dari Jawa, Kerajaan Majapahit {1293-1500} yang digunakan oleh keluarga kerajaan. kebaya  lalu menyebar ke Malaka, Jawa, Bali, Sumatra, Sulawesi dan Maluku. Kerajaan di Riau, Melayu, Sumatera Utara kemudian terpengaruh menggunakan kebaya dalam berbagai kegiatan resmi mereka. Setelah melalui proses akulturasi yang berlangsung ratusan tahun, pakaian itu akhirnya diterima dalam budaya dan norma masyarakat setempat dan bentuknya mengalami penyesuaian.

Budaya kolonial yang amat kental ketika penjajahan Belanda juga berimbas pada kelas sosial kebaya.  Perempuan dari keluarga ningrat, keraton, ataupun bangsawan memakai kebaya dengan bahan katun halus,  sutra, beludru maupun brukat. Sementara itu, perempuan keturunan Belanda,  Thionghoa atau bangsawan Indonesia menggunakan kebaya dari bahan katun halus dengan pinggiran brukat atau sulaman tangan dan renda. Bagi masyarakat kelas bawah, kebaya yang dipakai biasanya berbahan kain katun dari benang lawe yang tipis dan murah. Pada abad ke-19, kebaya sudah digunakan oleh semua strata sosial, baik perempuan Jawa maupun perempuan Belanda.

Bentuk Kebaya

Kebaya mempunyai beragam jenis sesuai daerah asalnya namun ada satu pakem dasar yang sama yakni pakaian dengan model bukaan depan. Kamus Mode (2011) mendefinisikan kebaya sebagai pakaian tradisional perempuan Indonesia berbentuk atasan dengan model blus berlengan panjang dengan bukaan di bagian depan.

Didiet Maulana dalam buku Kisah Kebaya, Langgam Kebaya tidak merujuk pada asal daerah tetapi pada bentuk kebaya baik variasi panjang dan bentuk kerah.

Langgam Kebaya

  1. Kebaya Panjang,  panjangnya mendekati lutut dan biasa digunakan untuk kebaya pengantin Jawa terbuat dari beludru. Pada jaman dahulu kebaya panjang hanya digunakan oleh ratu atau permaisuri raja.
  • Kebaya Pendek, panjangnya mendekati pinggul dan digunakan untuk pengantin Sunda serta Kebaya Cina Peranakan atau Kebaya Encim yang dipakai oleh kaum ras campuran antara orang Tionghoa dan pribumi {Stamford Rafles, History of Java 1817}. Kebaya encim dihiasi bordir indah dimulai dari kerah berbentuk V sampai bagian bawah kebaya. Semula kebaya Encim bentuknya panjang dan longgar, kemudian awal abad 19 bentuknya pendek dan pas badan. Model Kebaya ini kemudian diadopsi  oleh noni dan Nyonya Belanda yang berada di Hindia Belanda untuk menggantikan gaun panjang berkorset  yang tidak cocok digunakan di negeri tropis. Lalu mereka menggunakan kebaya, karenanya ada istilah Kebaya Noni. Beberapa modelnya hasil penyesuaian selera orang-orang Eropa seperti pemakaian renda pada sekeliling Kebaya. Lalu muncul Kebaya berbahan lace dan brokat.
  • Kebaya Kutu Baru,. Karakteristik kebaya yang muncul di akhir abad ke-18 di Yogyakarta dan Surakarta  ini adalah secarik kain { beff } dari dada sampai piggang atas. Beff  menghubungkan lipatan kebaya sisi kiri dan kanan di bagian dada (kutu baru), hal ini berarti keseimbangan dan focus pusat pada jiwa.
  • Kebaya Kartini, adalah kebaya yang digunakan Raden Ajeng  Kartini putri Bupati Jepara, tokoh emansipasi perempuan dengan model kerah bertemu, mulai dari dada sampai pinggul. Bros, peniti-peniti digunakan untuk menutupi kerah tersebut dan juga berfungsi sebagai pemanis.

Dalam perjalanannya setelah melalui proses akulturasi budaya masing masing daerah, jenis kebaya dibagi menjadi ; Kebaya Sunda, Kebaya Bali, Kebaya Jawa, Kebaya Betawi, Kebaya Madura dan Kebaya Labuh/Melayu. Orang Minang menyebutnya Basiba, orang Jambi mengenalnya Kebaya Jambi. 

Kebaya Nusantara

Dalam perjalanannya setelah melalui proses akulturasi yang panjang, dimana Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku bangsa sehingga masing – masing daerah memiliki adat istiadat tersendiri. Melalui masing-masing suku bangsa inilah terlahir berbagai kebudayaan dan memunculkan aneka ragam kebaya yang disesuaikan dengan kebutuhan baik religi maupun sosial masing masing daerah.  

Berikut beberapa macam jenis kebaya nusantara di Indonesia    :

  1. Kebaya Jawa
  2. Kebaya Bali
  3. Kebaya Melayu dari Medan
  4. Kebaya Tasik
  5. Kebaya Palembang
  6. Kebaya Panjang (Labuh) Riau
  7. Kebaya Minangkabau
  8. Kebaya Manampal Ambon
  9. Kebaya Betawi
  10. Kebaya Madura
  11. Kebaya Pagatan Sulawesi
  12. Kebaya Kutai
  13. Kebaya Minahasa
  14. Kebaya Sunda

Kebaya dapat dikatakan telah diterima masyarakat Indonesia di  sebagian besar wilayah Indonesia sehingga dapat dikatakan kebaya mempersatukan Indonesia.  Kebaya mampu mewarnai pesona keelokan cara berbusana yang bernafas nilai-nilai ketimuran. Eksistensinya dari masa ke masa tidak lekang terhempas perubahan jaman. Hal itu karena kebaya memiliki kemampuan untuk bersinggungan, bercampur, berasimilasi, kolaborasi dengan keinginan selera masyarakat dari waktu ke waktu.

Bagaimana menurut Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
1
Avatar
atinitiasmoro
atinitiasmoro@yahoo.co.id
No Comments

Post A Comment