05 Oct Wayang Potehi, Bukti Persenyawaan Dua Budaya
Penulis : Dewi Suspaningrum
Wayang Potehi merupakan salah satu jenis wayang khas Tionghoa yang berasal dari Tiongkok bagian selatan. Kesenian ini dibawa oleh perantau etnis Tionghoa ke berbagai wilayah nusantara pada masa lampau dan telah menjadi salah satu jenis kesenian tradisional Indonesia.
Sampai hari ini masyarakat peranakan Tionghoa telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia. Kesenian tradisional Tionghoa-pun ikut memberi warna dalam budaya nusantara. Persenyawaan unsur budaya asal daratan Cina dengan karakter budaya lokal menghadirkan keunikan tersendiri dalam tradisi yang berkembang dalam masyarakat peranakan Tionghoa di Indonesia. Keunikan ini begitu kental hingga sangat terasa dalam seni pertunjukan tradisional wayang Potehi.
Dalam catatan sejarah, wayang potehi merupakan seni pertunjukan boneka tradisional asal Cina Selatan. “Potehi” berasal dari akar kata “pou” (kain), “te” (kantong), dan “hi” (wayang). Secara harfiah wayang potehi bisa bermakna wayang yang berbentuk kantong dari kain. Wayang ini dimainkan menggunakan kelima jari. Tiga jari tengah mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan sang wayang.
Diduga, akar dari kesenian wayang potehi telah berkembang selama kurang lebih 3.000 tahun. Bukti-bukti sejarah yang lebih kuat menunjukkan eksistensinya di Tionghoa telah ada sejak Dinasti Jin (265-420 M). Kesenian ini diperkirakan masuk ke nusantara bersama ekspedisi perdagangan sekitar abad ke-16. Seni wayang ini berkembang di berbagai daerah di Indonesia.
Kesenian tradisional ini mengalami pasang dan surut sepanjang perjalanan sejarahnya di bumi Indonesia. Di masa Presiden Soekarno, wayang potehi cukup populer di tengah masyarakat. Tetapi pada awal era Orde Baru, seni wayang ini menghilang dari kehidupan masyarakat. Pada masa itu, wayang potehi hanya dipertunjukkan di kalangan terbatas saja. Kesenian ini mulai menggeliat naik di tengah semangat kebebasan pada era reformasi. Wayang potehi mulai dipentaskan di berbagai tempat, bahkan merambah ke pusat-pusat perbelanjaan, khususnya saat tahun baru Imlek yang biasanya dibuka dengan kesenian Barongshai.
Adalah Toni Harsono, salah satu penggiat dan pelestari wayang potehi. Menurut Toni, wayang potehi merupakan salah satu kebudayaan asli Tionghoa yang masuk ke Indonesia sekitar abad ke-16. Wayang potehi adalah wayang tiga dimensi berbentuk boneka yang terbuat dari kain. Lebih lanjut, penerima penghargaan Pengabdi Budaya dari Bentara Budaya ini mengatakan, wayang potehi sudah dikenal di lingkungan masyarakat Tionghoa hampir di seluruh nusantara. Perkembangan wayang potehi sempat surut ketika era orde baru. Namun setelah Instruksi Presiden No. 6/2000 yang ditandatangani Presiden Abdurrahman Wahid keluar, masyarakat Tionghoa bebas mengekspresikan budaya dan telah menjadi bagian dari budaya nasional termasuk wayang potehi.
Kiprah pengabdian Toni Harsono, di Sanggar Fu-He-An, Gudo, dalam menguri-uri wayang Potehi tak diragukan lagi. Toni Harsono merupakan sosok Maecenas dalam degup kehidupan seni pertunjukkan Potehi. Pengusaha yang menjadi penyokong utama secara finansial atas keberlangsungan kehidupan pertunjukan wayang potehi. Toni Harsono juga sudah melakukan lawatan budaya wayang potehi hingga ke Penang, Tiongkok dan Taiwan. Jadi patutlah disebut Toni Harsono adalah sosok yang berperan dalam melestarikan pertunjukkan Potehi di Indonesia.
Toni Harsono sendiri, melalui peninggalan wayang potehi yang usianya sekitar 150 tahun, diketahui merupakan generasi ketiga langsung dari seniman Potehi, Tok Su Kwie yang berasal dari Tiongkok. Sayangnya Toni tidak melanjutkan profesi sebagai sehu atau dalang. Tetapi sebagai pengusaha sukses, selama ini Toni memfasilitasi dan mendanai serta mendukung pertunjukan wayang potehi sebagai satu asset kesenian Indonesia.
Ke depannya, Toni Harsono berharap, pemerintah lebih mengapresiasi wayang potehi. Pasalnya, wayang Potehi ini murni merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Meski memang wayang potehi asalnya dari Tiongkok, tetapi kini sudah menjadi bagian budaya Indonesia. Wayang potehi juga menjadi sarana pemersatu bangsa. Buktinya, kini yang jadi dalang tak hanya berasal dari etnis Tionghoa. Potehi tak membedakan ras, suku dan agama. Bahkan di Sanggar Fu-He-An yang kini memiliki 13 sehu atau dalang wayang potehi sebagian besar adalah orang Jawa. Ini menunjukkan semangat toleransi yang tinggi dalam berasimilasi.
Semarang, Dee, 05102020
No Comments