Sate Kere Kaya Rasa

Penulis : Dewi Suspaningrum

Jangan berprasangka dulu dengan makanan satu ini hanya karena sebuah “NAMA”. Kere memang salah satu kata dalam bahasa Jawa yang berarti “miskin”. Tapi bukan berarti sate kere ini miskin rasa atau hanya diperuntukkan bagi orang miskin. Anda salah besar jika berpendapat demikian. Sate kere justru merupakan satu jenis sate yang kaya rasa. Orang Jawa menyebutnya sugih rasa. Sate kere adalah salah satu jenis makanan tradisional yang bisa anda temukan di sekitar wilayah Solo atau Sukoharjo.

Jika berdomisili atau sedang mampir ke Solo, anda bisa menemui sejumlah depot makanan yang menawarkan menu sate kere. Salah satunya di Pasar Legi, Kauman, Solo. Di depan gang II Pasar Legi, ada sebuah gerobak milik bapak Atien yang sudah menjajakan sate kere sejak 20 tahun lalu.

Pak Atien, biasa membuka gerobak dan menjajakan sate kere sejak pukul 12.00 WIB sampai sore hari, atau jika dagangannya ludes siang maka itu tanda waktu pak Atien untuk pulang. Pak Atien sudah berdagang selama sekitar 20 tahun. Usahanya ini merupakan terusan dari mertuanya yang sudah lebih dulu sekitar 20 tahun berdagang di tempat tersebut. Total sudah 40 tahun usaha ini digeluti pak Atien secara turun menurun.

Sate kere yang ditawarkan Pak Atien adalah sate berbahan daging tetelan, babat, hingga kulit sapi atau kikil. Meski demikian, yang paling khas di sini adalah sate berbahan tempe kedelai dan tempe gembus. Tempe gembus adalah tempe yang terbuat dari ampas kedelai sisa pembuatan tahu.

Semua bahan sate kere ini dipotong terlebih dahulu dengan ukuran memanjang 5 x 10 sentimeter dan ditusuk dengan tusukan kayu. Sebelum ditusuk untuk dipanggang, bahan sate kere direbus sekitar dua jam bersama bumbu bacem agar meresap, terutama untuk kulit sapi, kikil dan babat sehingga terasa empuk saat digigit.  Selanjutnya bahan-bahan utama sate yang direbus bumbu ini kemudian diangkat dan direndam kembali dengan bumbu baru. Saat kita pesan, bahan baru dibakar selayaknya sate, dan dihidangkan dalam pincuk daun pisang bersama tambahan lontong dan kuah kacang mirip bumbu pecel.


Bumbunya sendiri sebenarnya sangat mirip dengan bumbu pecel. Hanya saja, bumbu sate kere lebih terasa kencur dan cabe rawitnya, sehingga lebih pedas juga lebih encer. Wangi jeruk purut juga menambah selera saat kita mengunyah potongan-potongan sate. Harga yang ditawarkan Pak Atien cukup beragam. Untuk sate daging tetelan, Pak Atien memberi harga Rp 1.500 per-tusuk. Sementara untuk kikil dan babat hanya Rp.1000,- per-tusuk dan untuk tempe gembus serta tempe kedelai dipatok Rp 750,- per-tusuk. Sebagai peneman sate, ada lontong yang berfungsi sebagai asupan karbohidratnya, Pak Atien menjual lontong seharga Rp 1000 berbungkus. Saat penyajiannya Pak Atien tidak menggunakan piring tapi memakai alas daun pisang dan kertas. Hem… kebayang makin nikmat makannya kan….

Kini tidak alasan buat anda untuk tidak mencicipi sate kere yang sugih rasa ini toh…. Pasti sangat nikmat disantap bersama keluarga atau teman-teman disiang hari atau malam hari.

Selamat Menikmati kuliner kota Solo….

Solo, Dee, 20072020

End-

Bagaimana menurut Anda tentang artikel ini?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
Tags:
Dewi Suspaningrum
Dewi Suspaningrum
dewi@kenariguesthouse.com
No Comments

Post A Comment